Selasa, 26 Juli 2016



 
Foto Omah Komunitas

Jalan Mayang – Jalan Metro

Pagi mengencingi jendela.
Katakanlah, pagi dan matahari mengencingi jendela
dan pagar halaman.
Sajadah ditanam di kamar. Kamar ditanam di badan.
Badan ditanam di halaman belakang. Sedikit terbakar.

Lima sepeda pancal ditanam di tepi jalan.
Katakanlah, lima manusia kecil duduk-duduk
di tepi kolom ekonomi.
Saling menyuapi Indomie dan berenang di atas sabun cair.

Saya dan Al jalan-jalan di mata mereka sambil bawa televisi.
Al bertanya kepada saya, siapa kira-kira di antara mereka
yang bisa diculik dan ditanam di halaman belakang.
Saya diam sebentar.
Lalu masuk ke kepala mereka lewat masing-masing bola mata.

Alfamart, sepeda pancal, dan halaman belakang yang ditanam
ke sebuah kamus tebal berjudul Kebahagiaan.
Di sana saya bertemu diri sendiri enam belas tahun yang lalu.
Lari-lari di pinggir jalan sambil menyangking kepala sendiri.

Saya mencair.
Katakanlah, saya mencair jadi air kencing yang
menggenang di dasar kenangan.

Ingatan saya pusing. Perut saya gerimis.
Saya akhirnya pulang ke Jalan Mayang.
Di halaman belakang, tepat di samping bangku yang
kami bikin dari puisi-puisi bekas,
saya melepas celana dan menanam diri sendiri.


Malang, 26 Juli 2015

 ***
Siang Bolong di Jalan Mayang

Saya bangun tidur pukul lima.
0

Jumat, 11 Maret 2016



Kami rangkumkan  dokumentasi Teater Komunitas yang berpartisipasi pada beberapa event menarik di kota Malang. Sebagai bentuk saling silang berkesenian, Teater Komunitas urun gabung memeriahkan panggung-panggung festival maupun acara di di Kota Malang sepanjang tahun 2014 - 2015. Semoga kota Malang tetap menjadi kota bersahaja untuk dapat terus berkarya. Salam Silaturahmi!

Terimakasih juga kami ucapkan kepada para dulur yang bantu mendokumentasikannya:
Jerry F R
dkk

1




Proses di pantai Nganteb merupakan salah satu sesi latihan bersama Om Bias Ismantoro (akrab disapa om Bei) yang dilakukan pada tahun 2015 yang lalu. Simak usaha kami untuk memelintir-melintirkan tubuh, menggali kemungkinan-kemungkinan tersulit, menggapai-gapai tubuh lawan main hingga berpadu menjadi sebuah bentuk yang estetis. Panggung pertujunjukan bukan hanya soal estetika, melainkan adalah proses yang mampu membawa dirinya menuju penghayatan makna. Itulah sedikit interpretasi kami tentang teater gerak.

1


Diperankan oleh: Elyda .K. Rara, Mukhammad Sofyan, Bejo 'Habiburrahman' Supangat





proses latihan menuju pentas


Pentas berjudul Paramamoksa, membawa konsep tentang penyerahan diri dalam tubuh atman menuju kesadaran akan Dzat yang Maha Tinggi

ditampilkan di pulau Gili Raja Sumenep, Madura pada 29 Januari 2016
Atas undangan Padepokan Seni Madura
0


1


1

Bersama Kompres Fotografi, Teater Komunitas mempersembahkan sebuah kolaborasi dalam bentuk mini pertunjukan seni yang dihelat di Omah Komunitas, Jalan Mayang 19 Malang

Foto oleh Kompress Fotografi

Teater Komunitas bersama Kompress Fotografi


Foto Oleh Kompress Fotografi
Talent oleh:









2


FOUREXP
pre-order T-shirt "TEATER KOMUNITAS"
IDR 65K
Untuk pemesanan min dp 30k
Cp :089681001309
57A01A45
0






MACARO Makaroni adalah snack makaroni spiral yang renyah dan gurih, tanpa bahan pewarna dan pengawet serta kaya akan nutrisi dan tentunya bergizi
Untuk memesannya langsung silahkan hubungi 
Facebook: Macaro Makaroni  & Ilal Lali

0

Jiwa mau mati hendak mati ingin mati berkalang smara. Luka mengubang darah kering bercampur barah. Luka akanmu! Luka akanmu!
Dialog inilah yang mengawali pertunjukan Teater Komunitas yang diambil dari kisah percintaan legendaris di bumi Malangan yaitu tentang kisah Panji Asmorobangun dengan Anggraini. Panji Asmorobangun, sang putera mahkota yang menolak perjodohan dan tahta kerajaan demi memilih perempuan yang dicintainya, seorang gadis desa biasa. Barangkali ia akan menjadi orang paling berdosa di kerajaannya lantaran keputusannya itu, dan akibat lainnya tentu saja adalah dua kerajaan yang akan tetap berperang saudara. Namun barangkali ia hanya seorang manusia biasa yang tak mau mendustai perasaannya sendiri. Pelik! Sebab rakyat dan kekasih adalah dua hal yang tak mungkin dibandingkan. Romansa ini dibawakan dengan model penggabungan antara gerak tari, akrobatik, dan bela diri, serta dengan model dialog-dialog puitis.
Teater Kecil Taman Ismail Marzuki menjadi panggung pertama pertunjukan ini. Dihelat pada 9 April 2015, pertunjukan ini juga menjadi ajang pentas 9-an Taman Ismail Marzuki sekaligus peringatan wafatnya aktor kawakan Indonesia, Alex Komang. Pascapertunjukan ini tentu saja ada dialog dari beberapa seniman Jakarta seperti Arswendy NasutionBambang Ismantoro, dan Krisno Bossa, yang dilakukan secara santai di tempat makan lesehan di depan gerbang Taman Ismail Marzuki.
Helat kedua dilakukan di Malang pada 30 April 2015, di Gedung Kesenian Gajayana. Faktor gedung yang kurang ideal untuk pentas pertunjukan menjadi catatan utama dalam pertunjukan ini. Namun kekuatan bermain para aktor menjadi daya tarik penonton, yang mengangkat pertunjukan.
Helat terakhir dilakukan di Gedung Cak Durasim Surabaya setelah Teater Komunitas lolos kuratorial dari Dewan Kesenian Jawa Timur untuk pergelaran pertama Teater Periodik DKJT, bersama dengan Padepokan Seni Madura, Sumenep. Pertunjukan ini dilaksanakan pada 15 Mei 2015. Diawali dengan pentas dari Padepokan Seni Madura, kemudian Teater Komunitas dengan Kekencengnya, dan pada akhirnya adalah diskusi dengan menghadirkan sutradara kedua pertunjukan bersama Autar Abdillah sebagai pengamat.
Tiga kali roadshow tentu saja membuat pertunjukan Kekenceng menjadi semakin matang, namun bukan lantas membuat tafsir akan kisah Panji Asmorobangun dan Anggraini menjadi selesai. Membedah legenda sebesar itu barangkali membutuhkan waktu seumur hidup, namun dengan tiga proses ini cukup menipis batas kekeringan pengetahuan akan legenda Malangan bagi para pegiat Teater Komunitas yang terbilang masih muda ini.


Diambil dari www.lytmedia.com
1


Poster Surabaya
Poster Malang
Poster Jakarta


0

Foto oleh Bahrudin Yusuf
Satu hal yang belakangan saya puja-puja adalah sebuah proses. Bukan lagi kesan, tidak lagi tujuan. Selain sebuah perjalanan yang nyata, ada hal lainnya lagi yang saya cari-cari sepanjang hari, Ia lebih ada pada dalam diri, bukan hanya sekedar perjalanan raga dari satu lokasi ke lokasi lain lalu menghasilkan sensasi panca indra, tetapi sebuah perjalanan yang lebih mengantarkan pada penemuan jati diri pribadi. Itu mungkin yang dapat saya definisikan tentang sebuah proses.
0

Terpopuler