Foto Omah Komunitas |
Jalan
Mayang – Jalan Metro
Pagi mengencingi jendela.
Katakanlah, pagi dan matahari mengencingi
jendela
dan pagar halaman.
Sajadah ditanam di kamar. Kamar ditanam di
badan.
Badan ditanam di halaman belakang. Sedikit
terbakar.
Lima sepeda pancal ditanam di tepi jalan.
Katakanlah, lima manusia kecil duduk-duduk
di tepi kolom ekonomi.
Saling menyuapi Indomie dan berenang di
atas sabun cair.
Saya dan Al jalan-jalan di mata mereka
sambil bawa televisi.
Al bertanya kepada saya, siapa kira-kira di
antara mereka
yang bisa diculik dan ditanam di halaman
belakang.
Saya diam sebentar.
Lalu masuk ke kepala mereka lewat
masing-masing bola mata.
Alfamart, sepeda pancal, dan halaman
belakang yang ditanam
ke sebuah kamus tebal berjudul Kebahagiaan.
Di sana saya bertemu diri sendiri enam
belas tahun yang lalu.
Lari-lari di pinggir jalan sambil menyangking
kepala sendiri.
Saya mencair.
Katakanlah, saya mencair jadi air kencing
yang
menggenang di dasar kenangan.
Ingatan saya pusing. Perut saya gerimis.
Saya akhirnya pulang ke Jalan Mayang.
Di halaman belakang, tepat di samping
bangku yang
kami bikin dari puisi-puisi bekas,
saya melepas celana dan menanam diri
sendiri.
***
Siang Bolong di Jalan Mayang
Saya
bangun tidur pukul lima.
Kepala
saya masih milik bantal dan selimut bunga.
Lalu
saya membuka jendela. Di sana ada dingin.
Saya
menjadi angin. Lalu terbang ke sawah.
Lalu
menjadi padi. Lalu menjadi lumpur. Lalu menjadi cangkul.
Lalu
saya mati.
Motor
selesai dipanasi pukul sepuluh seperempat.
Saya
tiba di Jalan Mayang pukul dua belas siang.
Lalu
kursi menjadi kaki dan badan saya.
Lalu
Instagram mengetuk-ngetuk kepala saya.
Lalu
ia jadi topeng saya. Lama sekali saya tenggelam.
Lalu
saya mati.
Mayat
saya pergi ke halaman belakang.
Di
sana ada kain putih lebar yang menjelma atap.
Mayat
saya berteduh di bawahnya.
Lalu
angin datang menepuk-nepuk kulit dan atap kain.
Mayat
saya menjelma rindu yang bergelombang.
Lalu
ia menjadi angin. Lalu menjadi nyiur.
Lalu
terbang ke sawah.
Mayat
saya bertemu mayat saya.
Saya
tak tahu siapa di antara mereka berdua
yang
harus saya kubur lebih dulu.
Malang,
3 Mei 2016
***
Mengenang
Jalan Mayang dalam Puisi
Mari kemari. Di sini dingin kita
hangatkan. Ada puisi yang merambat pelan-pelan. Menjelma semut-semut yang
berbaris sedikit tak rapi di dinding kamar mandi. Menjelma Kita yang tertidur
di depan dan di atas televisi.
Kita adalah semut-semut yang
berbaris sedikit tak rapi itu. Kita memenuhi dinding kamar mandi. Kita memenuhi
dinding ruang tamu. Kita memenuhi dinding dapur. Kita memenuhi dinding halaman
belakang. Kita memenuhi dinding garasi dan lantai dua. Kita memenuhi
dinding-dinding yang kita penuhi dengan semut-semut yang berbaris sedikit tak
rapi.
Siang selalu ada di situ. Ketika
burung-burung menyanyikan lagu selamat pagi dari atas genteng dan mencuri
dingin yang lewat begitu saja dibawa matahari.
Tapi kita adalah dingin dan
matahari yang tidak sendiri.
Kita adalah kursi yang kita bikin
dari puisi-puisi bekas. Kita adalah televisi yang kita salin dari udara-udara
bekas. Kita adalah halaman belakang yang kita hangatkan dengan suara-suara
bekas. Kita adalah bahasa yang kita tata dari kepala-kepala bekas. Kita adalah
kehangatan yang kita susun dari dinding-dinding bekas.
Kita adalah lukisan-lukisan di
ruang tamu yang kita susun seperti kita menyusun diri. Kita adalah puisi di
dinding luar yang bicara tentang apa itu puisi. Kita adalah dapur yang berbunyi
kopi dan mie instan. Kita adalah kolam di halaman belakang yang kita isi dengan
batu-batu dan ingatan-ingatan tentang kolam di halaman belakang. Kita adalah
jemuran yang kita isi dengan pertanyaan-pertanyaan tentang hujan dan celana
dalam.
Dan kita adalah hujan dan celana
dalam yang tidak tahu diri.
Mari kemari. Di sini dingin kita singkirkan.
Ada ketiadaan yang merambat pelan-pelan. Memaksa kenangan jadi bekas-bekas
kehidupan. Memaksa kenangan jadi dinding-dinding yang terlalu putih untuk
ditinggalkan.
Kita adalah puisi yang
membangunkan puisi lain dengan malu-malu. Kita adalah Mari Kemari yang enggan
berhenti menari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar